PANGKALANSUSU (TelukHaruNews) - Deputi-I Badan Nasional Penaggulangan Teroris
Mayjen TNI H.Agus Surya Bhakti bersama Direktur Pencegahan Terorisme, Brigjen Pol Isa Permadi
menggelar Sosialisasi Pencegahan Terorisme kepada seratusan siswa-siswi tingkat
SMP, SMU sederajat serta para tokoh masyarakat dari berbagai etnis, pemuka
agama, para lurah dan kepala desa, pimpinan BUMN serta unsur kepemudaan di
Gedung Serba Guna Pangkalansusu, Sabtu (19/11).
Dalam paparannya, Agus menjelaskan fungsi dan tugas BNPT dalam
mengantisipasi dan menindak aksi teroris, yaitu Deputi I bertugas melakukan
upaya pencegahan agar teroris itu tidak terjadi lagi. Apabila Deputi-I
(Pencegahan Terorisme) tidak berhasil melakukan pencegahan, maka Deputi-II
(Penindakan dan Kesiapsiagaan Nasional) yang melakukan
penindakan. Sedangkan Deputi-III tugasnya melakukan kerjasama internasional
karena terorisme adalah musuh utama internasional. Dari ketiga fungsi tugas
tersebut yang menjadi titik point utama adalah upaya melakukan pencegahan agar
teroris itu tidak terjadi lagi.
Mayjen TNI H.Agus Surya Bhakti |
“Kita
mengira sudah aman dan tenang-tenang saja, rupanya terjadi lagi di Cirebon, di
masjidnya polisi pula. Kemudian menyusul aksi teroris di gereja. Ke depan kita
tidak tahu akan terjadi di mana lagi,” kata jenderal bintang dua asal Stabat
itu.
Yang
jelas, menurut alumni Kopasus yang pernah mengatasi kerusuhan di Aceh beberapa
tahun lalu, teroris itu melaku perencanaan berada di tengah-tengah masyarakat,
dan masyarakat pasti ada yang melihat dan mendengar, karena mereka berada di
dalam komunitas masyarakat. Oleh sebab itu upaya pencegahan itu menjadi amat
penting.
Mungkin ada di antara yang hadir bertanya,
kenapa pelaksanaan sosialisai anti terorisme ini dilakukan di Pangkalansusu, karena
Pangkalansusu merupakan daerah potensil bagi masuknya pengaruh-pengaruh
radikalisme. Kita lihat di Aceh, ada pelatihan teroris, di Medan ada perampokan
bank dan sebagainya. Jadi daerah ini cukup rawan.
Selain
itu, Agus juga menjelaskan, radikalisme adalah bibit-bibit terorisme. Radikal
bermula dari kekerasan. Kekerasan bermula dari orang tidak puas, orang iri
hati, dan ini dapat memicu orang untuk berbuat kekerasan.
Kalau
dulu teroris itu murni, alasannya idiologis dan keyakinan. Dia memberi contoh,
radikalisme ini bukan barang baru, kalau kita lihat sejarah masa lalu, ada
Kartosuryo dengan Darul Islam. Di situlah mulai muncul bibit-bibit radikalisme,
di mana Kartosuryo ingin mendirikan negara Islam, menjalankan syariat-syariat
Islam, banyak pengikutnya, dan yang terkenal diantaranya adalah Abubakar
Baasyir dan Abdulah Sungkar. Gerombolan itu berhasil ditumpas oleh TNI,
Kartosuryo tewas. Tetapi ajarannya tidak mati bahkan mereka membentuk Darul
Islam di Sumatera Utara, Aceh dan di Ujung Pandang.
THNews saat mewawancarai Mayjen TNI H.Agus Surya Bhakti |
Ketika
Indonesia memasuki era orde baru, ada peraturan ISA (International Security Act).
Peraturan ini sangat keras, sehingga mereka (penganut paham radikalisme, red)
lari ke Malaysia, hidup sumbur di Malaysia. Pada saat yang bersamaan muncul
intervensi Rusia di Afganistan (negara Islam), sehingga muncul solidaritas
Islam di seluruh dunia terpanggil untuk membantu teman-temannya di Afganistan
melawan Rusia, termasuk pemuda-pemuda Indonesia dari Darul Islam yang berada di
Malaysia. Mereka berangkat ke Afganistan bertempur melawan Rusia karena
sentimen agama. Mereka berjihad membela agamanya yang telah ditindas oleh Rusia
pada masa itu. Inisiatipnya adalah semangat untuk membela Islam.
Sama juga pada masa Rasulullah, ketika agama
Islam ditindas, mereka berjihad melawan sipenindas. Inisiatipnya adalah
semangat untuk membela Islam. Inisiatipnya adalah semangat untuk membela Islam.
Akhirnya Rusia kalah.
Tetapi
banyak hal yang mempengaruhi pemuda-pemuda Indonesia yang pernah bertempur
melawan Rusia di Afganistan, mereka sudah pernah bergabung dengan para mujahit
ajaran-ajaran Islam dari Pakistan, Timur Tengah dan aliran Al Qaidah yang
ajaran-ajarannya sangat keras.
“Di
situlah mereka terkontaminasi ajaran-ajaran Islam yang lebih keras dan lebih
radikal,” kata Deputi-I BNPT.
Ketika
orde baru tumbang muncul reformasi, demokratisasi, semua boleh bicara apa saja
dalam era reformasi. Semua bisa bertindak apa saja. Pulanglah mereka ke
Indonesia. Sejak itu mulailah tumbuh subur ajaran radikalisme aliran keras dan
ajaran-ajaran terorisme di Indonesia. Para pemuda mantan pejuang di Afganistan
terpecah jadi dua, satu pihak yang telah terkontaminasi dengan Al Qaidah
menjadi Jemaah Islamiyah dan yang satunya lagi berpendapat tugas mereka membela
agama di Afganistan sudah selesai, Rusia berhasil dikalahkan, mereka hidup
damai lagi di Indonesia.
Sedangkan
kelompok Jemaah Islamiyah yang telah terkontaminasi ajaran Osama Bin Laden tetap berpendirian Amerika dan sekutunya adalah
musuh Islam termasuk Indonesia yang bersahabat dengan Amerika. Pemerintah
Indonesia itu kafir, mari kita lawan pemerintah Indonesia. Akhirnya mereka
membuat teror bom di Bali, di Hotel JW Marriot.
Di
atas permukaan, Jamaah Islamiyah sudah hancur ditumpas Densus 88, tetapi akar
permasalahannya belum selesai, justeru muncul terus semangat-semangat jihad
versi lain. Karena kelihatannya perekonomian negara ini tidak ada kemajuan,
lihat di tv beritanya terus menjelek-jelek Pemerintah, sinetron kekerasan,
kekecewaan dsbnya. “Itulah yang terus meracuni pikiran anak-anak muda kita,”
kata Agus.
Menyinggung
mengenai masalah jihad, Deputi-I BNPT bidang Pencegahan Aksi Teroris
menjelaskan, ada yang berpendapat bahwa ajaran-ajaran yang dianut para teroris
adalah jihad fisabilillah. Apakah ini jamannya berperang ? Ada pula yang
berpendapat, untuk menghancurkan orang. Apakah Islam mengajari orang untuk
berbuat kekerasan ? Islam tidak pernah mengajari untuk melakukan
tindakkekerasan, tetapi mengajari kita untuk melakukan kebaikan bagi
umat manusia, bahkan bukan hanya untuk manusia, kepada alam dan segala isinya
kita juga harus berlaku baik.
“Jadi,
janganlah berpendapat kalau sudah membunuh sekian ratus orang dengan harapan
langsung masuk surga disambut bidadari. Jadi untuk apa saya susah-susah
bekerja, saya bawa bom kemudian ditabrakkan, saya mati langsung masuk surga.
Ini pemahaman yang konyol,” lanjut Agus.
Oleh karena itu, tambah Agus,
saya tidak henti-hentinya mengajak para ulama, mahasiswa dan teman-teman di
pesantren, marilah kita bersama-sama menuju ajaran agama yang benar.
Dalam
beberapa kesempatan saya bertemu dengan masyarakat ada yang bertanya, kenapa
selalu umat Islam yang disalahkan, dan kenapa Islam selalu dikatakan terroris,
kenapa selalu Islam dikatakan radikal. Itu sudah bagus kalau masyarakat
menyadari bahwa Islam itu bukan terroris. Oleh sebab itu, mari kita tunjukkan kepada
dunia bahwa Islam itu tidak radikal dan Islam itu bukan terroris.
Pada
bagian lain, Agus mengajak seluruh elemen masyarakat dan para orangtua untuk
mengawasi tingkahlaku anak-anaknya agar tidak masuk perangkap tindak kekerasan,
radikalisme apalagi terperangkap dalam jaringan terorisme. http://telukharunewscom.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar